Kamis, 21 Agustus 2008

Hybrid, Kendaraan Ramah Lingkungan

Tantangan kendaraan masa depan adalah kendaraan yang mampu menekan penggunaan bahan bakar fosil. Ini terkait dengan ketersediaanya yang semakin menipis dan tentu saja erat dengan isu lingkungan, pencemaran udara yang semakin mengancam kehidupan manusia. Berbagai upayapun dilakukan untuk menemukan solusi atas permasalahan tersebut. Di Jepang sendiri, air sudah diteliti sebagai bahan bakar alternatif mulai sekitar tahun 70an, namun sampai sekarangpun, hasilnya belum memuaskan karena tingkat korosi yang tinggi pada mesin.

Akhir-akhir ini, manakala di Indonesia dikenalkan kendaraan biofuel, di belahan dunia lain, diperkenalkan kendaraan hybrid. Pada intinya kendaraan ini menggunakan dua sumber tenaga yaitu listrik (rechargeable energy storage system) yang umumnya menggunakan baterei jenis lithium ion dan bahan bakar fosil. Prinsip kerjanya, manakala mobil pertama berjalan, ia menggunakan bahan bakar premium misalnya sampai baterei terisi penuh, dan nanti ketika baterei telah terisi penuh, secara otomatis mobil bergerak menggunakan listrik, demikian selanjutnya, manakala listrik sudah menipis, maka ia akan kembali menggunakan premium. Dengan demikian, mobil jenis ini akan menekan penggunaan bahan bakar sekitar separuhnya.

Ada beberapa mobil yang sudah mengadopsi teknologi ini seperti Nissan, Toyota, Honda, dan sebagainya. Toyota mulai meluncurkan Toyota Prius sekitar tahun 1997, disusul jenis lain, Hyghlander Hybrid SUV dan Camry Hybrid. Persaingan semakin ketat manakala Hondapun meluncurkan jenis Civic Hybrid, Nissan dengan Nissan Altima Hybrid 2009, dan sebagainya.

Tentu kita sebagai orang awam menginginkan teknologi tersebut dapat digunakan seluas-luasnya agar mampu menekan polusi udara terutama di kota besar. Sayangnya harga mobil Hybrid memang masih termasuk mahal. Di Jepang sendiri, Prius dijual sekitar 3 juta yen, kurang lebih 2 kali lipat dari harga mobil biasa. Bagaimana di Indonesia? Karena bea masuk yang tinggi akhirnya harganyapun semakin melambung, sekitar 2 kali lipat harga di Jepang?? Kapan guru bisa ke sekolah menggunakan mobil ini ya??

Jumat, 15 Agustus 2008

Bisakah Maju Bersama MGMP?


Saya akan mengawali diskusi di blog ini dengan sebuah permasalahan menarik diatas. Sebelumnya saya minta maaf tidak bisa menyajikan kata-kata saya dalam bahasa ilmiah karena memang saya tidak punya kemampuan untuk itu. Prinsip terpenting, pesan tersampaikan dengan selamat.

Membawa perubahan bukan sesuatu yang gampang untuk dilakukan, apalagi membawa perubahan untuk diri sendiri. Harapan akan perubahan menuju ke arah yang lebih baik secara terus menerus merupakan hal yang pasti harus dilakukan dalam pembelajaran agar kita sebagai penyedia jasa pendidikan mampu memuaskan konsumen kita, para siswa. Mereka bukan lagi obyek yang bisa dipermainkan sementara kita menjadi raja di depan kelas, namun dari merekalah sumber kritik membangun akan datang.
Disadari ataupun tidak, kemampuan guru dan penguasaan guru atas materi pelajaran amat beragam. Hampir dapat dipastikan, tidak ada satupun guru IPS di Banyumas yang sempurna dalam penguasaan materi pelajaran ini. Asumsi ini didasarkan pada fakta bahwa background pendidikan guru adalah pada satu bidang mata pelajaran saja seperti geografi, sejarah, atau ekonomi saja, sementara mereka harus mampu mengajak siswa belajar IPS secara total meliputi geografi, sejarah, ekonomi, dan juga sosiologi. Kalaulah masa tugas yang panjang dalam mengajar IPS, pun bukan jaminan guru tersebut qualified kalau memang tidak didukung kebiasaan meningkatkan kualitas diri dan membaharui pengetahuan yang dimiliki. Oleh karenanya, sungguh tidak ada kata lain kecuali kita harus menyadari keterbatasan kemampuan diri sendiri.
Untuk mengatasi keterbatasan itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan. Membaca salahsatu kuncinya. Sulitkah untuk dilakukan? Mahalkah? Sebenarnya jika ingin jujur, kita bisa memperoleh buku bacaan yang menunjang pembelajaran kita seperti di perpustakaan sekolah, perpustakaan daerah, perpustakaan kampus, atau bahkan membaca di toko tanpa harus beli. Butuh pengorbanan memang, kita perlu pergi ke sana, pinjam buku, mengembalikan lagi, dan seterusnya. Bagi orang yang tidak memiliki kegemaran membaca (termasuk saya), adalah satu perjuangan besar untuk bisa melakukan ini.
Alternatif selanjutnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran adalah melalui internet. Komputer merupakan sarana wajib yang harus dimiliki oleh guru dimasa sekarang. Tidak ada kata terlambat untuk memulai belajar mengoperasikan barang serbaguna ini. Lewat internet inilah, informasi kekinian tentang ilmu sosial dapat diperoleh dengan mudah, sehingga kita tidak perlu lagi harus menyalahkan pihak lain karena ketidak akuratan data. Sekolah yang memang berfikiran maju (untuk meningkatkan kualitas) pasti tidak akan berfikir 2 - 3 kali untuk memutuskan menyambung internet di sekolah. Kepentingan untuk menomor satukan proyek fisik sudah saatnya ditinggalkan kalau memang kita tidak ingin kualitas kita semakin tertinggal. (Sekedar info, di Jepang, sekolah negeri terbaik adalah sekolah laboratorium milik Kagoshima University. Gedungnya lebih buruk daripada gedung sekolah saya di desa, namun fasilitas yang mengarah ke kualitas pembelajaran sangat dinomor satukan.)
Kedua alternatif diatas tentu akan lebih berkembang manakala kita menyadari MGMP benar-benar dijadikan wadah berkumpul sesama kita, baik di tingkat sekolah, komda, atau kabupaten. Permasalahan di kelas diharapkan dapat dipecahkan bersama. Wadah ini bisa juga dijadikan wahana sharing atas peningkatan kualitas pembelajaran di sekolah. Dalam wadah ini, pertemuan-pertemuan ilmiah sesering mungkin di rancang dengan menjadikan guru sebagai presenter secara bergiliran atas pengalaman mereka dalam mengajar. Kita semua adalah aktor sehingga kemampuan akting kita, spesialisasi kita tentu berbeda dari orang lain. Saya yakin ada sesuatu yang baru dalam diri semua orang yang bisa diambil dan diterapkan untuk orang lain. Dominasi pada orang tertentu sudah saatnya ditinggalkan dan kita bisa mencari ilmu dari berbagai sudut sekolah. Yang terpenting adalah kepercayaan diri kita dalam menyampaikan ide di depan orang lain.

Disisi pendalaman materi pembelajaran, hal yang bisa dilakukan misalnya diskusi ilmiah tentang materi pembelajaran yang dianggap sulit. Agar memiliki nilai tambah, perlu juga melibatkan kalangan akademisi perguruan tinggi ataupun MGMP IPS SMA agar terjadi kesinambungan pembelajaran IPS SMP dan SMA. Mungkinkah kita bisa menggaet kalangan akademisi di UMP dalam MGMP kita? Kita pikirkan bersama.
Penilaian akan kualitas pendidikan di tanah air sering membuat telinga merah memang. Berdasar diskusi dengan teman-teman guru dari berbagai negara, saya optimis bahwa kita tidak tertinggal dari mereka, hanya satu memang hal yang perlu diubah. Kinerja dan budaya kerjakeras kita amat sangat tertinggal. Saya yakin jika diskusi dipanjangkan akhirnya berujung pada permasalahan finansial, gaji yang belum memadai. Namun yakinlah, tanpa selalu berfikir tentang uang, jika kita bisa menunjukkan kualitas kita, uang akan datang sendiri tanpa harus dikejar.
Dalam wadah MGMP IPS inilah mari kita satukan langkah, bukan sebatas kata-kata, namun harus berujud tindakan nyata. MGMP bukan lagi wadah untuk mencari keuntungan finansial, namun wadah untuk menyamakan visi dan kompetensi. Bisakah semua terlaksana? Kita semua dan masa yang akan menjawabnya.